I'm enough with HOAX

hoax 24 Okt 2021

Tulisan ini sebenarnya tidak pernah saya rencanakan sebelumnya, namun cukup membantu saya melepaskan penat di benak saya tentang apa yang selama ini saya rasa perlu untuk dibahas.

Hoax - Photo by Michal Matlon

Ya hal itu adalah HOAX.

Entah mulai kapan saya sering sekali menemukan orang-orang mulai terjerumus pada sesuatu yang bersifat hoax, malah mungkin "bisa jadi" saya sendiri mengalami itu, namun tidak menyadarinya.

Setiap pojok sosial media dan media informasi yang berada di internet, seringkali menyajikan sesuatu yang bersifat hoax atau setidaknya belum divalidasi keaslian dari berita tersebut, maklum beberapa proses kerja media kebanyaan dalam penyajian berita kadangkala hanyalah hasil dari copywriting atau mengambil referensi dari berita lainnya demi mengejar jumlah traffic.

Sampai sini saya masih menganggap itu hal yang lumrah, menurut saya mungkin itu hanyalah faktor khusus dimana kebetulan orang itu membaca berita dari sumber yang tidak valid atau bahkan hanya mendengar berita hoax dari orang lain yang membacanya (ugh).

Entah berapa lama saya menemukan hal-hal seperti ini sampai pada titik dimana saya anggap itu hal yang lumrah, di kepala saya memiliki anggapan bahwa mereka yang mengkonsumsi berita hoax seperti itu biasanya kurang literasi terhadap pemilahan berita-berita yang bertebaran di internet, atau mungkin terjadi di kalangan tertentu yang terlalu takut menerima kenyataan dan lebih nyaman mempercayai hoax yang sesuai dengan gaya dan kepercayaan mereka selama ini.

Covid-19

Saat pertama Covid-19 hadir, saya masih ingat dunia kewalahan akan wabah yang  begitu cepat menyebar di kalangan masyarakatnya, footage yang tersebar mengenai rekaman video pada beberapa korban covid yang berjatuhan di Wuhan terlihat sangat mengerikan hingga menambah kepanikan dari berbagai kalangan.

Fighting the virus
Covid - Photo by Arya Pratama / Unsplash

Semua pihak berlomba-lomba untuk mencari penawar dari Covid ini, hingga ekspektasi kapan vaksin dari Covid ini bisa mulai di produksi masal. Saya masih ingat betul pertama kali virus ini merebak, Indonesia masih memiliki siklus yang normal, saya masih pergi-pulang kantor seperti biasa, orang-orang masih bebas beraktivitas yang menganggap virus ini hanyalah virus biasa yang nanti akan hilang dengan sendirinya, namun kita semua salah.

Awal kehebohan muncul saat negara ini memiliki penderita Covid pertama yang langsung pada saat itu seperti sebuah kejadian fantastis dimana para korbannya seperti naik daun layaknya artis ibukota. Berbagai rumor penyebab dan akibat dari penyakit ini mulai bertebaran, dari mulai menjadi zombie saat terkena virus sampai dengan kematian (of course).

Hidup Bersama Covid

Semua negara fokus mencari cara untuk menghadapi covid ini, waktu demi waktu berita mengenai ditemukannya vaksin menjadi momok besar yang kita tunggu, karena di momen itulah sepertinya hanya vaksin yang dapat menolong kita dalam menghadai pandemi covid.

Tidak lain dan tidak bukan, gengsi berbagai negara maju juga turut dipertaruhkan jika mereka bisa menemukan vaksin untuk pertama kali.

Hingga saat itupun tiba, vaksin mulai bermunculan dan dunia diuji dengan berbagai skenario pembagian vaksin agar adil dan merata, karena simpelnya jika ingin pandemi ini berakhir, proses vaksinasi tidaklah hanya dilakukan pada satu atau dua negara saja, namun seluruh rakyat di dunia secara merata.

Oke sepertinya agak melenceng jauh, terus apa hubungannya dengan hoax?

Mungkin anda sudah tau alur pembicaraan saya ini kemana, kalo bisa membaca sekenario di atas. Ya, hoax tentang vaksin.

Mulai Vaksin

Tadinya saya pikir vaksin sudah ada dan kita semua selamat, namun pemikiran bodoh saya tentu saja salah, karena vaksin perlu dibuat lalu di-distribusikan dan semua itu punya masalahnya masing-masing.

Johnson & Johnson’s Janssen COVID-19 Vaccine
Vaksin - Photo by Mohammad Shahhosseini / Unsplash

Dari mulai jumlah vaksin yang tersedia, karena proses produksi yang masih membutuhkan waktu dan tenaga. Berikutnya proses distribusi, karena beberapa jenis vaksin membutuhkan suhu ruang tertentu untuk menjaganya tidak rusak, sampai pada harga vaksin yang tentu saja tidak murah.

Disinilah kekesalan saya mulai terbentuk, kita sebagai manusia selalu mencari cara untuk menghindari apa yang selama ini kita takuti, seperti di Indonesia negara tercinta kita ini.

Awal proses vaksinasi di Indonesia seperti yang anda ketahui adalah tidak gratis, hingga pada saat itu bapak presiden kita menggratiskan vaksin dan menjadi orang pertama di Indonesia yang menerima vaksin.

The Hoax Begin

Saya masih ingat beberapa orang pengecut yang selalu mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkan beliau, hingga sampai pada proses vaksin itu sendiri dianggap sebuah kebohongan untuk memancing masyarakatnya menjalankan vaksin.

Lalu hoax demi hoax vaksin lainnya mulai bermunculan, orang-orang ditakut-takuti untuk tidak menerima vaksin. Berbagai alasan untuk menolak bahwa vaksin itu justru memberikan penyakit, terdapat chip di dalamnya hingga kepercayaan akan tidak ada bedanya ketika sudah vaksin dengan yang belum.

Kalo Gak Vaksin?

Saya sebenarnya orang yang tidak pernah perduli urusan orang lain, kecuali saya dan keluarga saya sendiri. Namun persoalan hoax mengenai vaksin ini nampaknya begitu pelik, hingga pemerintah juga mulai kesulitan dalam memberikan penyuluhan terkait vaksin ini.

Banyak orang yang ragu akan kualitas vaksin, sehingga banyak orang yang menolak untuk vaksin. Dan jujur saja, saya malah menemui orang-orang yang vaksin itu karena terdorong faktor tertentu seperti untuk tetap diperbolehkan bekerja di ruang publik, syarat bepergian, syarat pengurusan, dan lain sebagainya. Jadi bukan atas dasar kesadaran dari diri mereka sendiri.

Lalu tibalah pada giliran saya dan keluarga mendapatkan vaksin, dimana saya cukup bahagia karena proses vaksinasi yang cukup merata di daerah saya, lalu letaknya yang masih sangat dekat yaitu di wilayah pemukiman sekitar tempat tinggal saya. Jadilah saya dan keluarga besar mengikuti jadwal vaksin yang sudah ditentukan.

That Is Happening

Tapi meskipun begitu, ayah saya nampaknya kurang begitu pro terhadap vaksin ini. Dalam pikirannya vaksin ini tidaklah penting, dan sarat akan politik dan tipu daya globalis dalam membentuk tatanan dunia baru. Vaksin menurutnya hanya memberikan efek penyakit tambahan yang nantinya akan muncul di masa depan.

Dan saya terkejut bukan main...

Saya bukanlah sosok yang senang berdebat dengan orang lain, apalagi terhadap ayah saya sendiri, meskipun seringkali berbincang dengan beliau saya sering memberikan informasi yang valid terhadap kondisi terkini, namun saya bukanlah tipe yang berani melarang orang lain mengkritisi kepercayaannya.

Bagi saya kepercayaan itu adalah privasi setiap manusia, dan kepercayaan yang sudah diyakini hanya bisa diubah oleh orang itu sendiri.

Everything is Dark - Photo by Jack Cohen / Unsplash

Pada titik inilah emosi saya memuncak, karena bukan tidak lain karena hoax itu sendiri sudah semakin terstruktur dan terarah dalam menggiring orang-orang ke dalam suatu lubang kebohongan. Apalagi hal ini sudah memakan korban, yaitu ayah saya sendiri.

Thinking About The Solution

Dimulai dari kejadian itu, setiap hari saya berfikir dan mencari cara terbaik dalam menghadapi hoax, karena itu nyata dan sudah memakan korban.

Tentunya untuk bisa menghadapi hoax di negara sendiri saja pasti sudah sangat sulit, apalagi hoax di dunia. Namun setidaknya saya memiliki niat untuk berusaha kan?

Kebiasaan saya selama ini adalah, saya selalu mengaitkan masalah-masalah dalam hidup saya ke dalam suatu solusi, karena hanya itu yang saya bisa lakukan untuk saat ini, mengubah kekesalan saya menjadi semangat untuk kembali melawan.

Tags

Great! You've successfully subscribed.
Great! Next, complete checkout for full access.
Welcome back! You've successfully signed in.
Success! Your account is fully activated, you now have access to all content.